This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Kamis, 02 Februari 2012

MAKALAH HUBUNGAN AGAMA DENGAN KEHIDUPAN MANUSIA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk berahlak baik atau buruk (fujur). Potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait dengan aspek naluriah atau hawa nafsu, seperti naluri makan, minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potensi takwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti berjinah, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan main judi).
Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.

B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah “Hubungan Manusia Dengan Agama”.
Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada :
1. Pengertian Agama
2. Konsepsi Agama
3. Hubungan Agama Dan Manusia
4. Agama Sebagai Petunjuk Tata Sosial

C. Tujuan Penulisan
Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama.

Adapun tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengertian agama
2. Untuk mengetahui Konsepsi agama
3. Untuk mengetahui Hubungan agama dengan manusia
4. Untuk mengetahui bahwa agama adalah pedoman tata sosial manusia

D. Metode Penulisan
Dalam proses penyusunan makalah ini menggunakan motede heuristic. Metode heuristic yaitu proses pencarian dan pengumpulan sumber - sumber dalam melakukan kegiatan penelitian. Metode ini dipilih karena pada hakekatnya sesuai dengan kegiatan penyusunan dan penulisan yang hendak dilakukan. Selain itu, penyusunan juga menggunakan studi literatur sebagai teknik pendekatan dalam proses penyusunannya.

E. Sistematika Penulisan
Sistematika penyusunan makalah ini dibagi menjadi tiga bagian utama, yang selanjutnya dijabarkan sebagai berikut :
Bagian kesatu adalah pendahuluan. Dalam bagian ini penyusun memaparkan beberapa Pokok permasalahan awal yang berhubungan erat dengan permasalah utama. Pada bagian pendahuluan ini di paparkan tentang latar belakang masalah batasan, dan rumusan masalah, tujuan penulisan makalah, metode penulisan dan sistematika penulisan makalah.
Bagian Kedua yaitu pembahasan. Pada bagian ini merupakan bagaian utama yang hendak dikaji dalam proses penyusunan makalah. Penyusun berusaha untuk mendeskripsikan berbagai temuan yang berhasil ditemukan dari hasil pencarian sumber atau bahan makalah.
Bagian ketiga yaitu Kesimpulan. Pada Kesempatan ini penyusun berusaha untuk mengemukakan semua permasalahan -permasalahan yang dikemukakan oleh penyusun dalam perumusan masalah dalam makalah ini.








BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian Agama

Agama menurut bahasa sangsekerta, agama berarti tidak kacau (a = tidak gama = kacau) dengan kata lain, agama merupakan tuntunan hidup yang dapat membebaskan manusia dari kekacauan. Di dunia barat terdapat suatu istilah umum untuk pengertian agama i yaitu : religi, religie, religion, yang berarti melakukan suatu perbuatan dengan penuh penderitaan atau mati-matian, perbuatan ini berupa usaha atau sejenis peribadatan yang dilakukan berulang-ulang. Istilah lain bagi agama ini yang berasal dari bahasa arab, yaitu addiin yang berarti : hukum, perhitungan, kerajaan, kekuasaan, tuntutan, keputusan, dan pembalasan.
Kesemuanya itu memberikan gambaran bahwa “addiin” merupakan pengabdian dan penyerahan, mutlak dari seorang hamba kepada Tuhan penciptanya dengan upacara dan tingkah laku tertentu, sebagai manifestasi ketaatan tersebut (Moh. Syafaat, 1965).
Dari sudut sosiologi, Emile Durkheim (Ali Syari’ati, 1985 : 81) mengartikan agama sebagai suatu kumpulan keayakinan warisan nenek moyang dan perasaan-perasaan pribadi, suatu peniruan terhadap modus-modus, ritual-ritual, aturan-aturan, konvensi-konvensi dan praktek-praktek secara sosial telah mantap selama generasi demi generasi.
Sedangkan menurut M. Natsir agama merupakan suatu kepercayaan dan cara hidup yang mengandung faktor-faktor antara lain :
a. Percaya kepada Tuhan sebagai sumber dari segala hukum dan nilai-nilai hidup.
b. Percaya kepada wahyu Tuhan yang disampaikan kepada rosulnya.
c. Percaya dengan adanya hubungan antara Tuhan dengan manusia.
d. Percaya dengan hubungan ini dapat mempengaruhi hidupnya sehari-hari.
e. Percaya bahwa dengan matinya seseorang, hidup rohnya tidak berakhir.
f. Percaya dengan ibadat sebagai cara mengadakan hubungan dengan Tuhan.
g. Percaya kepada keridhoan Tuhan sebagai tujuan hidup di dunia ini.
Sementara agama islam dapat diartikan sebagai wahyu Allah yang diturunkan melalui para Rosul-Nya sebagai pedoman hidup manusia di dunia yang berisi Peraturan perintah dan larangan agar manusia memperoleh kebahagaian di dunia ini dan di akhirat kelak.




B. Konsepsi Agama

Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqoroh 208, Allah berfirman :

يايها الدين امنواادخلوا فى السلم كافة ولاتتبعوا خطوت الشيطن انه لكم عد ومبين

Artinya : Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu kedalam islam secara utuh, keseluruhan (jangan sebagian-sebagaian) dan jangan kamu mengikuti langkah setan, sesunggungnya setan itu musuh yang nyata bagimu.
Kekaffahan beragama itu telah di contohkan oleh Rosulullah SAW sebagai uswatun hasanah bagi umat islam dalam berbagai aktifitas kehidupannya, dari mulai masalah-masalah sederhana seperti adab masuk kamar mandi sampai kepada masalah-masalah yang komplek dan universal seperti mengurus Negara.
Beliau telah menampilkan wujud islam itu dalam sikap dan prilakunya dimanapun dan kapanpun. Beliau adalah orang yang paling utama dan sempurna dalam mengamalkan ibadah kepada Allah SWT dan kepada sesama manusia. Meskipun beliau sudah mendapat jaminan maghfiroh (ampunan dari dosa-dosa) dan masuk surga, tetapi justru beliau semakin meningkatkan amal ibadahnya yang wajib dan sunah seperti shalat tahajud, dzikir, dan beristigfar. Begitupun dalam berinteraksi sosial dengan sesama manusia beliau menampilkan sosok pribadi yang sangat agung dan mulia.
Kita sebagai umat islam belum semuanya beruswah kepada Rasulullah SAW secara sungguh-sungguh, karena mungkin kekurang pahaman kita akan nilai-nilai islam atau karena sudah terkontaminasi oleh nilai, pendapat, atau ideologi lain yang bersebrangan dengan nilai-nilai islam itu sendiri yang di contohkan oleh Rasulullah SAW.
Di antara umat islam masih banyak yang menampilkan sikap dan prilakunya yang tidak selaras, sesuai dengan nila - nilai islam sebagai agama yang dianutnya. Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan kejadian atau peristiwa baik yang kita lihat sendiri atau melalui media masa mengenai contoh - contoh ketidak konsistenan (tidak istikomah) orang islam dalam menjalankan dan sesuai dengan syariat islam sebagai agamanya.



C. Hubungan Agama Dan Manusia

Kondisi umat islam dewasa ini semakin diperparah dengan merebaknya fenomena kehidupan yang dapat menumbuhkembangkan sikap dan prilaku yang a moral atau degradasi nilai - nilai keimanan dan ketaqwaannya terhadap Allah SWT. Fenomena yang cukup berpengaruh itu seperti :
1. Tayangan media televisi tentang cerita yang bersifat tahayul atau kemusyrikan, dan film-film porno.
2. Majalah atau tabloid yang covernya menampilkan para model yang memamerkan aurat dan gairah sexsual.
3. Krisis ketauladanan dari para pemimpin, karena tidak sedikit dari para pemimpin bangsa ini justru berprilaku yang menyimpang dari nilai-nilai agama.
4. Krisis silaturahmi antara umat islam, mereka masih cenderung mengedepankan kepentingan kelompoknya (partai atau organisasi) masing-masing.
Sosok pribadi orang islam seperti di atas sudah barang tentu tidak menguntungkan bagi umat itu sendiri, terutama bagi kemulaian agama islam sebagai agama yang mulia dan tidak ada yang lebih mulia di atasnya. Kondisi umat islam seperti inilah yang akan menghambat kemajuan umat islam dan bahkan dapat memutuskan tali ikatan ukuwah diantara umat islam itu sendiri.
Agar umat islam bisa bangkit menjadi umat yang mampu mewujudkan misi “Rahmatan lil’alamin” maka seharusnya mereka memiliki pemahaman secara utuh (Khafah) tentang islam itu sendiri. Umat islam tidak hanya memiliki kekuatan dalam bidang imtaq (iman dan takwa) tetapi juga dalam bidang iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi).
Mereka diharapkan mampu mengintegrasikan antara pengamalan ibadah ritual dengan makna esensial ibadah itu sendiri yang dimanivestasikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti : pengendalian diri, sabar, amanah, jujur, sikap optimis, sikap toleran dan saling menghormati tidak suka menyakiti atau menghujat orang lain.
Dapat juga dikatakan bahwa umat islam harus mampu menyatu padukan antara mila-nilai ibadah mahdlah (hablumminalaah) dengan ibadah ghair mahdlah (hablumminanas) dalam rangka membangun “Baldatun thaibatun warabun ghafur” Negara yang subur makmur dan penuh pengampunan dan rahmat dari Allah SWT.



D. Agama Sebagai Petunjuk Tata Sosial

Rosulullah SAW bersabda : “Innamaa bu’itstu liutammima akhlaaq” Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak umat manusia. Yang bertanggung jawab terhadap pendidikan akhlak adalah orang tua, guru, ustad, kiai, dan para pemimpin masyarakat.
Pendidikan akhlak ini sangat penting karena menyangkut sikap dan prilaku yang mesti di tampilkan oleh seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari baik personal maupun sosial (keluarga, sekolah, kantor, dan masyarakat yang lebih luas).
Akhlak yang terpuji sangat penting dimiliki oleh setiap muslim. sebab maju mundurnya suatu bangsa atau Negara amat tergantung kepada moral dan akhlak penduduk atau masyarakat yang ada di dalam bangsa tersebut.
Untuk mencapai maksud tersebut maka perlu adanya kerja sama yang sinerji dari berbagai pihak dalam menumbuhkembangkan akhlak mulya dan menghilangkan faktor-faktor penyebab kemaksiatan yang mengakibatkan pengaruh terhadap moral dan akhlak bangsa menjadi terpuruk.


























BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan

Agama menurut bahasa sangsakerta, Agama berarti tidak kacau (a = tidak gama = kacau) dengan kata lain, agama merupakan tuntunan hidup yang dapat membebaskan manusia dari kekacauan. Kita sebagai umat islam belum semuanya beruswah kepada Rasulullah secara sungguh-sungguh, karena mungkin kekurang pahaman kita akan nilai-nilai islam atau karena sudah terkontaminasi oleh nilai, pendapat, atau idiologi lain yang bersebrangan dengan nilai-nilai islam itu sendiri yang di contohkan oleh Rasulullah SAW.
Agar umat islam bisa bangkit menjadi umat yang mampu menwujudkan misi “Rahmatan lil’alamin” maka seyogyanya mereka memiliki pemahaman secara utuh (Khafah) tentang islam itu sendiri umat islam tidak hanya memiliki kekuatan dalam bidang imtaq (iman dan takwa) tetapi juga dalam bidang iptek (ilmu dan teknologi).
Pendidikan akhlak ini sangat penting karena menyangkut sikap dan prilaku yang musti di tampilkan oleh seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari baik personal maupun sosial (keluarga, sekolah, kantor, dan masyarakat yang lebih luas). Akhlak yang terpuji sangat penting dimiliki oleh setiap muslim dan masyarakat sebab maju mundurnya suatu bangsa atau negara amat tergantung kepada moral dan akhlak orang – orang yang mengisi bangsa atau negara tersebut.


B. Saran

Demikian yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman bisa memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi kesempurnaan dalam penulisan dan penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis pada khususnya dan para pembaca yang budiman pada umumnya.





DAFTAR PUSTAKA


Amin, Ahmad,. Ilmu Akhlak, Bulan Bintang, Jakarta. 1968.
Bakar Atjeh, Abu. Mutiara Akhlak 1, Bulan Bintang, Jakarta.1968.
Hasan, Ali H.M. Agama Islam. Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kelambagaan Agama Islam. 1994/1995.
Dr. H. Syamsu Yusuf LN, M.Pd.. Psikologi Belajar Agama. Pustaka Bani Qurais. Bandung. 2003.

MAKALAH PERMINTAAN DAN PENAWARAN BARANG

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Dalam ekonomi terdapat permintaan (demand) dan penawaran (supply) yang saling bertemu dan membentuk satu titik pertemuan dalam satuan harga dan kuantitas (jumlah barang). Setiap transaksi perdagangan pasti ada permintan, penawaran, harga dan kuantitas yang saling mempengaruhi satu sama lain.
Dalam ilmu ekonomi kata permintaan dan penawaran sangatlah tidak asing, akan tetapi pengetahuan kita akan pengertian dua kata tersebut masih sangat rendah. Bahkan kebanyakan dari kita hanya bisa mengucapkannya saja. Maka di dalam isi makalah ini akan penulis jelaskan tentang pengertian permintaan dan penawaran.

B. Tujuan Penulisan
Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan khusus dan umum. Tujuan khusus dalam penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi.
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Definisi Permintaan dan Penawaran
2. Untuk mengetahui Hukum permintaan dan penawaran
3. Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat permintaan dan
Penawaran barang atau jasa.

C. Metode Penulisan
Dalam proses penyusunan makalah ini menggunakan motede heuristic. Metode heuristic yaitu proses pencarian dan pengumpulan sumber - sumber dalam melakukan kegiatan penelitian. Metode ini dipilih karena pada hakekatnya sesuai dengan kegiatan penyusunan dan penulisan yang hendak dilakukan. Selain itu, penyusunan juga menggunakan studi literatur sebagai teknik pendekatan dalam proses penyusunannya.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian atau Definisi Permintaan dan Penawaran
Permintaan adalah sejumlah barang yang dibeli atau diminta pada suatu harga dan waktu tertentu. Sedangkan pengertian penawaran adalah sejumlah barang yang dijual atau ditawarkan pada suatu harga dan waktu tertentu.
Contoh permintaan adalah di pasar Pandeglang yang bertindak sebagai permintaan adalah pembeli sedangkan penjual sebagai penawaran. Ketika terjadi transaksi antara pembeli dan penjual maka keduanya akan sepakat terjadi transaksi pada harga tertentu yang mungkin hasil dari tawar - menawar yang sangat lama .

B. Hukum Permintaan dan Hukum Penawaran
Jika semua asumsi diabaikan (ceteris paribus) : Jika harga semakin murah maka permintaan atau pembeli akan semakin banyak dan sebaliknya. Jika harga semakin rendah atau murah maka penawaran akan semakin sedikit dan sebaliknya. Semua terjadi karena semua ingin mencari kepuasan (keuntungan) sebesar - besarnya dari harga dan barang yang ada.
Apabila harga terlalu tinggi maka pembeli mungkin akan membeli sedikit karena uang yang dimiliki terbatas, namun bagi penjual dengan tingginya harga ia akan mencoba memperbanyak barang yang di jual atau di produksi agar keuntungan yang di dapat semakin besar. Harga yang tinggi juga bisa menyebabkan konsumen atau pembeli akan mencari produk lain sebagai pengganti barang yang harganya mahal.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Permintaan (Demand)
1. Perilaku konsumen / selera konsumen
Misalnya pada Saat ini handphone yang sedang trend dan banyak di beli oleh konsumen, terutama para muda - mudi adalah handphone merk blackberry. Akan tetapi beberapa tahun mendatang mungkin blackberry sudah dianggap kuno. Ini bisa terjadi karena adanya perubahan dan perkembangan teknologi dari waktu ke waktu yang semakin pesat.




2. Ketersediaan dan harga barang sejenis pengganti dan pelengkap
Misalnya jika roti tawar tidak ada atau harganya sangat mahal maka meises, selai dan margarin akan turun permintaannya.
3. Pendapatan atau penghasilan konsumen
Orang yang punya gaji dan tunjangan besar dia dapat membeli banyak barang yang dia inginkan, akan tetapi jika pendapatan orang tersebut rendah maka orang tersebut mungkin akan menghemat pemakaian barang yang dibelinya, agar jarang membeli barang tersebut.
4. Perkiraan harga di masa depan
Barang yang harganya diperkirakan akan naik, maka orang akan menimbun atau membeli ketika harganya masih rendah misalnya seperti perhiasan emas dan bahan bakar minyak (BBM).
5. Banyaknya/intensitas kebutuhan konsumen
Ketika pencemaran atau polusi udara akibat asap atau debu yang ditimbulkan dari kebakaran hutan atau meletusnya gunung berapi, maka produk masker pelindung akan sangat laris dan di beli oleh masyarakat. Ini dikarenakan fungsi atau kegunaan dari barang tersebut sangatlah penting untuk kesehatan tubuh agar terhindar dari polusi udara dan infeksi pernafasan .
Misalnya Pada bulan puasa (ramadhan) permintaan konsumen terhadap belewah, timun suri, cincau, sirup, es batu, kurma, dan lain sebagainya akan sangat tinggi dibandingkan bulan lainnya. Ini dikarenakan banyaknya orang yang mengkonsumsi barang tersebut.

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Penawaran (Suply)
1. Biaya produksi dan teknologi yang digunakan
Jika biaya produksi atau pembuatan suatu produk sangat tinggi maka produsen akan membuat produk lebih sedikit dengan harga jual yang mahal, ini terjadi karena produsen takut produk tersebut tidak laku terjual dan produk tidak mampu bersaing dengan produk lain yang sejenis.
Dengan adanya teknologi yang canggih dalam memproduksi barang tersebut bisa menyebabkan pemangkasan atau penghematan biaya produksi suatu produk sehingga memicu penurunan harga terhadap produk yang dihasilkan.

2. Tujuan Perusahaan
Perusahaan yang bertujuan mencari keuntungan sebesar-besarnya (profit oriented) akan menjual produknya dengan keuntungan yang besar sehingga harga jual jadi tinggi. Sedangkan jika perusahaan ingin produknya laris dan menguasai pasar maka perusahaan menetapkan harga yang rendah dengan tingkat keuntungan yang rendah sehingga harga jual akan rendah untuk menarik minat konsumen terhadap produk tersebut.

3. Pajak
Pajak yang naik akan menyebabkan harga jual jadi lebih tinggi. Karena dengan naiknya pajak maka biaya yang dikeluarkan oleh produsen atau perusahaan terhadap produk yang di produksi akan naik sehingga produsen atau perusahan tersebut mau tidak mau harus menaikan harga jual kepada konsumen. Sehingga akibatnya permintaan konsumen terhadap produk tersebut akan turun dikarenakan harga produk tersebut mengalami kenaikan harga.

4. Ketersediaan dan harga barang pengganti/pelengkap
Jika ada produk pesaing sejenis di pasar dengan harga yang murah maka konsumen akan ada yang beralih ke produk yang lebih murah tersebut. Sehingga terjadi penurunan permintaan, akhirnya penawaran pun dikurangi oleh produsen dikarenakan produk tersebut kurang begitu laku dipasaran.

5. Prediksi / perkiraan harga di masa depan
Ketika harga jual akan naik di masa mendatang perusahaan akan mempersiapkan diri dengan memperbanyak output produksi dengan harapan bisa menawarkan atau menjual lebih banyak produknya, ketika harga naik akibat berbagai faktor ekonomi.










BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Permintaan adalah sejumlah barang yang dibeli atau diminta pada suatu harga dan waktu tertentu. Sedangkan pengertian penawaran adalah sejumlah barang yang dijual atau ditawarkan pada suatu harga dan waktu tertentu. Jika semua asumsi diabaikan (ceteris paribus) : Jika harga semakin murah maka permintaan atau pembeli akan semakin banyak dan sebaliknya.Jika harga semakin rendah atau murah maka penawaran akan semakin sedikit dan sebaliknya. Permintaan dan penawaran mempunyai beberapa faktor yang bisa menyebabkan permintaan dan penawaran turun atau naik.

B. Saran
Demikian yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman bisa memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi kesempurnaan dalam penulisan dan penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis pada khususnya dan para pembaca yang budiman pada umumnya.

Rabu, 28 Desember 2011

makalah ilmu hukum

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah penegakan hukum merupakan suatu persoalan yang dihadapi oleh setiap masyarakat. Walaupun kemudian setiap masyarakat dengan karakteristiknya masing-masing, mungkin memberikan corak permasalahannya tersendiri di dalam kerangka penegakan hukumnya. Namun setiap masyarakat mempunyai tujuan yang sama, agar di dalam masyarakat tercapai kedamaian sebagai akibat dari penegakan hukum yang adil.
Kedamaian tersebut dapat diartikan bahwa di satu pihak terdapat ketertiban antar pribadi yang bersifat ekstern dan di lain pihak terdapat ketenteraman pribadi intern. Demi tercapainya suatu ketertiban dan kedamaian maka hukum berfungsi untuk memberikan jaminan bagi seseorang agar kepentingannya diperhatikan oleh setiap orang lain. Jika kepentingan itu terganggu, maka hukum harus melindunginya, Oleh karenanya hukum itu harus dilaksanakan dan ditegakkan tanpa membeda-bedakan atau tidak memberlakukan hukum secara diskriminatif.
Karakteristik hukum sebagai kaidah selalu dinyatakan berlaku umum untuk siapa saja dan di mana saja dalam wilayah negara, tanpa membeda-bedakan. Pada dasarnya hukum itu tidak berlaku secara diskriminatif, kecuali oknum aparat atau organisasi penegak hukum dalam kenyataan sosial telah memberlakukan hukum itu secara diskriminatif. Akhirnya penegakan hukum tidak mencerminkan adanya kepastian hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat.

B. Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
  1.  Untuk mengetahui fungsi hukum yaitu memberikan kedamaian dan ketentraman bagi masyarakat.
  2.  Untuk mengetahui karakteristik dan kaidah hukum yang berlaku umum untuk semua masyarakat dan oknum aparat penegak hukum tanpa adanya diskriminasi.
  3. Untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran ilmu pengantar hukum.
BAB II
PEMBAHASAN


A. Hukum Sebagai Suatu Sistem
Sistem hukum tidak hanya mengacu pada aturan (codes of rules) dan peraturan (regulations), namun mencakup bidang yang luas, meliputi struktur, lembaga dan proses (procedure) yang mengisinya serta terkait dengan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) dan budaya hukum (legal structure).
Struktur hukum meliputi badan eksekutif, legislatif dan yudikatif serta lembaga-lembaga terkait, seperti Kejaksaan, Kepolisian, Pengadilan, Komisi Judisial, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lain-lain. Sedangkan substansi hukum adalah mengenai norma, peraturan maupun undang-undang.
Budaya hukum meliputi pandangan, kebiasaan maupun perilaku dari masyarakat mengenai pemikiran nilai-nilai dan pengharapan dari sistim hukum yang berlaku, dengan perkataan lain, budaya hukum itu adalah iklim dari pemikiran sosial tentang bagaimana hukum itu diaplikasikan, dilanggar atau dilaksanakan.
Tanpa budaya hukum, sistem hukum itu sendiri tidak akan berdaya, seperti ikan mati yang terkapar di keranjang, bukan seperti ikan hidup yang berenang di lautan. Setiap masyarakat, negara dan komunitas mempunyai budaya hukum. Selalu ada sikap dan pendapat mengenai hukum. Hal ini tidak berarti bahwa setiap orang dalam satu komunitas memberikan pemikiran yang sama.
Banyak sub budaya dari suku-suku yang ada, agama, kaya, miskin, penjahat dan polisi mempunyai budaya yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Yang paling menonjol adalah budaya hukum dari orang dalam, yaitu hakim dan penasehat hukum yang bekerja di dalam sistem hukum itu sendiri, karena sikap mereka membentuk banyak keragaman dalam sistem hukum. Setidak-tidaknya kesan ini akan mempengaruhi penegakan hukum dalam masyarakat.
Hukum adalah kontrol sosial dari pemerintah (law is governmental social control), sebagai aturan dan proses sosial yang mencoba mendorong perilaku, baik yang berguna atau mencegah perilaku yang buruk. Di sisi lain kontrol sosial adalah jaringan atau aturan dan proses yang menyeluruh yang membawa akibat hukum terhadap perilaku tertentu, misalnya aturan umum perbuatan melawan hukum. Tidak ada cara lain untuk memahami sistem hukum selain melihat perilaku hukum yang dipengaruhi oleh aturan keputusan pemerintah atau undang-undang yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Jika seseorang berperilaku secara khusus adalah karena diperintahkan hukum atau karena tindakan pemerintah atau pejabat lainnya atau dalam sistem hukum.
Tetapi kita juga membutuhkan kontrol sosial terhadap pemerintah, karena tidak dapat kita pungkiri bahwa tiada kuda tanpa kekang. Begitu juga tiada penguasa dan aparaturnya yang bebas dari kontrol sosial. Semua tahu ada orang yang berwenang menyalahgunakan jabatannya, praktek suap dan KKN sering terjadi dalam tirani birokrat. Maka untuk memperbaiki harus ada kontrol yang dibangun dalam sistim. Dengan kata lain, hukum mempunyai tugas jauh mengawasi penguasa itu sendiri, kontrol yang dilakukan terhadap pengontrol. Pemikiran ini berada di balik pengawasan dan keseimbangan (check and balance) dan di balik Peradilan Tata Usaha Negara, Inspektur Jenderal, Auditor dan lembaga - lembaga seperti, KPK, Komisi Judisial. Kesemuanya ini harus mempunyai komitmen yang tinggi untuk memberantas segala bentuk penyalahgunaan wewenang dari pihak penguasa.
Hukum akan menjadi berarti apabila perilaku manusia dipengaruhi oleh hukum dan apabila masyarakat menggunakan hukum menuruti perilakunya, sedangkan di lain pihak efektivitas hukum berkaitan erat dengan masalah kepatuhan hukum sebagai norma. Dalam praktek kita melihat ada undang-undang sebagian besar dipatuhi dan ada undang-undang yang tidak dipatuhi. Sistem hukum jelas akan runtuh jika setiap orang tidak mematuhi undang-undang dan undang - undang itu akan kehilangan maknanya. Ketidakefektifan undang - undang cenderung mempengaruhi waktu, sikap dan kuantitas ketidakpatuhan serta mempunyai efek nyata terhadap perilaku hukum, termasuk perilaku pelanggar hukum. Kondisi ini akan mempengaruhi penegakan hukum yang menjamin kepastian dan keadilan dalam masyarakat.
Hukum tidak identik dengan undang - undang, jika hukum diidentikkan dengan perundang - undangan, maka salah satu akibat yang dapat dirasakan adalah jika ada bidang kehidupan yang belum diatur dalam perundang - undangan, maka hukum akan dikatakan tertinggal oleh perkembangan masyarakat.
Lebih jauh para penegak hukum harus memperhatikan budaya hukum (legal culture), untuk memahami sikap, kepercayaan, nilai dan harapan serta pemikiran masyarakat terhadap hukum dalam sistim hukum yang berlaku.

B. Penegakan Hukum
Penegakan hukum pada prinsipnya harus dapat memberi manfaat atau berdaya guna bagi masyarakat, namun di samping itu masyarakat juga mengharapkan adanya penegakan hukum untuk mencapai suatu keadilan. meskipun demikian tidak dapat kita pungkiri bahwa apa yang dianggap berguna (secara sosiologis) belum tentu adil, begitu juga sebaliknya apa yang dirasakan adil (secara filosopis), belum tentu berguna bagi masyarakat. Dalam kondisi yang demikian ini, masyarakat hanya menginginkan adanya suatu kepastian hukum, yaitu adanya suatu peraturan yang dapat mengisi kekosongan hukum tanpa menghiraukan apakah hukum itu adil atau tidak.
Kenyataan sosial seperti ini memaksa pemerintah untuk segera membuat peraturan secara praktis dan pragmatis, mendahulukan bidang - bidang yang paling mendesak sesuai dengan tuntutan masyarakat tanpa perkiraan strategis, sehingga melahirkan peraturan-peraturan yang bersifat tambal sulam yang daya lakunya tidak bertahan lama. Akibatnya kurang menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat.
Dengan melalui pendekatan sistem prioritas revisi atau pembentukan undang-undang baru, harus dilihat secara konstekstual dan konseptual yang bertalian erat dengan dimensi-dimensi geopolitik, ekopolitik, demopolitik, sosiopolitik dan kratopolitik. Dengan kata lain politik hukum tidak berdiri sendiri, lepas dari dimensi politik lainnya. Substansi undang - undang sebaiknya disusun secara taat asas, harmoni dan sinkron dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Perlu kita maklumi bahwa banyak peraturan undang - undang sering tidak berpijak pada dasar moral yang dikukuhi rakyat, bahkan sering bertentangan.
Pada taraf dan situasi seperti ini, kesadaran moral warga masyarakat tentu saja tidak akan lagi selalu sama dan sebangun dengan kesadaran hukum rakyat. Dalam pelaksanaan penegakan hukum, keadilan harus diperhatikan. Namun hukum itu tidak identik dengan keadilan, hukum itu bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan. Setiap orang yang mencuri harus dihukum tanpa membeda - bedakan siapa yang mencuri. Sebaliknya keadilan bersifat subjektif, individualistis dan tidak menyamaratakan.
Aristoteles dalam buah pikirannya “Ethica Nicomacea” dan “Rhetorica” mengatakan, hukum mempunyai tugas yang suci, yakni memberikan pada setiap orang apa yang berhak ia terima. Anggapan ini berdasarkan etika dan berpendapat bahwa hukum bertugas hanya membuat adanya keadilan saja (Ethische theorie). Tetapi anggapan semacam ini tidak mudah dipraktekkan, maklum tidak mungkin orang membuat peraturan hukum sendiri bagi tiap - tiap manusia, sebab apabila itu dilakukan maka tentu tak akan habis - habisnya. Sebab itu pula hukum harus membuat peraturan umum, kaidah hukum tidak diadakan untuk menyelesaikan suatu perkara tertentu. Kaedah hukum tidak menyebut suatu nama seseorang tertentu, kaedah hukum hanya membuat suatu kualifikasi tertentu yang bersifat abstrak. Pertimbangan tentang hal-hal yang konkrit diserahkan pada hakim.

C. Nilai-Nilai Dasar Hukum
Berdasarkan anggapan tersebut di atas maka hukum tidak dapat kita tekankan pada suatu nilai tertentu saja, tetapi harus berisikan berbagai nilai, misalnya kita tidak dapat menilai sahnya suatu hukum dari sudut peraturannya atau kepastian hukumnya, tetapi juga harus memperhatikan nilai-nilai yang lain.
Radbruch mengatakan bahwa hukum itu harus memenuhi berbagai karya disebut sebagai nilai dasar dari hukum. Nilai dasar hukum tersebut adalah: keadilan, kegunaan dan kepastian hukum. Sekalipun ketiga - tiganya itu merupakan nilai dasar dari hukum, namun di antara mereka terdapat suatu Spannungsverhaltnis (ketegangan), oleh karena di antara ketiga nilai dasar hukum tersebut masing-masing mempunyai tuntutan yang berbeda satu sama lainnya, sehingga ketiganya mempunyai potensi untuk saling bertentangan.
Seandainya kita lebih cenderung berpegang pada nilai kepastian hukum atau dari sudut peraturannya, maka sebagai nilai ia segera menggeser nilai - nilai keadilan dan kegunaan. Karena yang penting pada nilai kepastian itu adalah peraturan itu sendiri. Tentang apakah peraturan itu telah memenuhi rasa keadilan dan berguna bagi masyarakat adalah di luar pengutamaan nilai kepastian hukum. Begitu juga jika kita lebih cenderung berpegang kepada nilai kegunaan saja, maka sebagai nilai ia akan menggeser nilai kepastian hukum maupun nilai keadilan. Karena yang penting bagi nilai kegunaan adalah kenyataan apakah hukum tersebut bermanfaat atau berguna bagi masyarakat. Demikian juga halnya jika kita hanya berpegang pada nilai keadilan saja, maka sebagai nilai ia akan menggeser nilai kepastian dan kegunaan, karena nilai keadilan tersebut tidak terikat kepada kepastian hukum ataupun nilai kegunaan. Hal ini disebabkan oleh karena sesuatu yang dirasakan adil belum tentu sesuai dengan nilai kegunaan dan kepastian hukum. Dengan demikian kita harus dapat membuat kesebandingan di antara ketiga nilai itu atau dapat mengusahakan adanya kompromi secara proporsional serasi, seimbang dan selaras antara ketiga nilai tersebut.
Keabsahan berlakunya hukum dari segi peraturannya barulah merupakan satu segi, bukan merupakan satu - satunya penilaian, tetapi lebih dari itu sesuai dengan potensi ketiga nilai-nilai dasar yang saling bertentangan. Apa yang sudah dinilai sah atas dasar persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu peraturannya, bisa saja dinilai tidak sah dari kegunaan atau manfaat bagi masyarakat.
Dalam menyesuaikan peraturan hukum dengan peristiwa konkrit atau kenyataan yang berlaku dalam masyarakat (Werkelijkheid), bukanlah merupakan hal yang mudah, karena hal ini melibatkan ketiga nilai dari hukum itu. Oleh karena itu dalam praktek tidak selalu mudah untuk mengusahakan kesebandingan antara ketiga nilai tersebut. Keadaan yang demikian ini akan memberikan pengaruh tersendiri terhadap efektivitas bekerjanya peraturan hukum dalam masyarakat. Misalnya: seorang pemilik rumah menggugat penyewa rumah ke pengadilan, karena waktu perjanjian sewa - menyewa telah lewat atau telah berakhir sesuai dengan waktu yang diperjanjikan. Tetapi penyewa belum dapat mengosongkan rumah tersebut karena alasan belum mendapatkan rumah sewa yang baru sebagai tempat penampungannya. Ditinjau dari sudut kepastian hukum, penyewa harus mengosongkan rumah tersebut karena waktu perjanjian sewa telah lewat sebagaimana yang telah diperjanjikan.
Apakah hal ini, dirasakan adil kalau si penyewa pada saat itu belum ada rumah lain untuk menampungnya? Dalam hal ini, hakim dapat memutuskan: memberi kelonggaran misalnya selama waktu 6 (enam) bulan kepada penyewa untuk mengosongkan rumah tersebut. Ini merupakan kompromi atau kesebandingan antara nilai kepastian hukum dengan nilai keadilan, begitu juga nilai manfaat atau kegunaan terasa juga bagi si penyewa yang harus mengosongkan rumah tersebut.
Adalah lazim bahwa kita melihat efektifitas bekerjanya hukum itu dari sudut peraturan hukumnya, sehingga ukuran - ukuran untuk menilai tingkah dan hubungan hukum antara para pihak yang mengadakan perjanjian itu, didasarkan kepada peraturan hukumnya. Tetapi sebagaimana dicontohkan di atas, jika nilai kepastian hukum itu terlalu dipertahankan, maka ia akan menggeser nilai keadilan.
Kalau kita bicara tentang nilai kepastian hukum, maka sebagai nilai tuntutannya adalah semata-mata peraturan hukum positif atau peraturan perundang-undangan. Pada umumnya bagi praktisi hanya melihat pada peraturan perundang-undangan saja atau melihat dari sumber hukum yang formil.
Sebagaimana diketahui undang - undang itu, tidak selamanya sempurna dan tidak mungkin undang-undang itu dapat mengatur segala kebutuhan hukum dalam masyarakat secara tuntas. Adakalanya undang-undang itu tidak lengkap dan adakalanya undang - undang itu tidak ada ataupun tidak sempurna. Keadaan ini tentunya menyulitkan bagi hakim untuk mengadili perkara yang dihadapinya. Namun, dalam menjalankan fungsinya untuk menegakkan keadilan, maka hakim tentunya tidak dapat membiarkan perkara tersebut terbengkalai atau tidak diselesaikan sama sekali.

Secara formil yang menjadi sumber hukum bagi seorang hakim pada hakekatnya adalah segala peristiwa - peristiwa bagaimana timbulnya hukum yang berlaku, atau dengan kata lain dari mana peraturan - peraturan yang dapat mengikat para hakim dan penduduk warga masyarakat yaitu terdiri dari undang - undang, adat, kebiasaan, yurisprudensi, traktat dan doktrina.
Namun demikian hakim dalam rangka menegakkan keadilan dan kebenaran, terpaksa harus melihat sumber - sumber hukum dalam arti kata material, apabila sumber-sumber hukum dalam arti formil tidak dapat dipergunakan untuk menyelesaikan suatu perkara yang sedang diperiksanya. Di sini perlu adanya kemandirian hakim dalam proses menyesuaikan undang - undang dengan peristiwa yang konkrit. Memfungsikan hakim untuk turut serta menentukan mana yang merupakan hukum dan mana yang tidak, atau bertindak sebagai penemu hukum dalam upaya menegakkan keadilan dan kepastian hukum.
Hakim dalam menyesuaikan peraturan perundang - undangan dengan suasana konkrit untuk menegakkan keadilan dan kebenaran serta kepastian hukum (rechts zekerheid), harus dapat memberi makna dari isi ketentuan undang - undang serta mencari kejelasan dengan melakukan penafsiran yang disesuaikan dengan kenyataan. Sehingga undang - undang itu dapat berlaku konkrit jika dihadapkan dengan peristiwanya.

BAB III
PENUTUP



A. Kesimpulan

Sistem hukum tidak hanya mengacu pada aturan (codes of rules) dan peraturan (regulations), namun mencakup bidang yang luas, meliputi struktur, lembaga dan proses (procedure). Oleh karenanya hukum itu harus dilaksanakan dan ditegakkan tanpa membeda-bedakan atau tidak memberlakukan hukum secara diskriminatif.

B. Saran

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman bisa memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi kesempurnaan dalam penulisan makalah. Semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis pada khususnya dan para pembaca yang budiman pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku
Aveldoorn, van L. J, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Pradnya Pramita,1986.
Black, Donald, Behavior of Law, New York, San Fransisco, London: Academic Press, 1976.
Friedman, Lawrence, American Law, London: W.W. Norton & Company, 1984.
Hommes, Van Eikema, Logika en Rechtsvinding, Tanpa kota: Vrije Universiteit, tanpa tahun.
Lubis, M. Solly, Serba-serbi Politik dan Hukum, Bandung: Mandar Maju, 1989.
Mertokusumo, Sudikno, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, Yoyakarta: Citra Aditya Bakti, 1993.
Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung : Alumni, 1986.
Utrecht, E., Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Buku Ichtiar, 1962.
Wignjosoebroto, Soetandyo, Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional Dinamika Sosial Politik Dalam Perkembangan Hukum di Indonesia, Jakarta: Raja Grapindo Persada, 1994.

Peraturan dan Undang-undang
Republik Indonesia, Undang-undang Dasar 1945.
Republik Indonesia, Republik Indonesia, Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1982 tentang Hukum Acara Pidana.
Republik Indonesia, Undang-undang No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More